Senin, 08 Juni 2020

KONSENSUS TATALAKSANA ADIKSI PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN JIWA INDONESIA

PROSEDUR TATALAKSANA ADIKSI NAPZA

 

Prinsip Dasar Tatalaksana Umum 

 

Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam identifikasi, tatalaksana dan intervensi pada pengguna NAPZA. Beberapa isu yang sangat terkait dengan hal ini meliputi :

  • Intoksikasi
  • Sindroma Putus Zat
  • Penyalahgunaan
  • Ketergantungan

Tidak semua Adiksi NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan atau adiksi. Banyak masalah Adiksi NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang tidak berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko untuk menjadi ketergantungan. Intervensi yang diberikan harus disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan  faktor risiko yang ada pada seseorang.

 

A.      Pengenalan Dan Skrining

1.    Pengenalan  Awal

Pengenalan awal sangat penting karena dapat mencegah seseorang menjadi ketergantungan atau terjadi perkembangan kerusakan yang menetap. Akan tetapi masalah penggunaan NAPZA sangat sulit untuk dideteksi secara dini, khususnya pada penggunaan tahap awal. Beberapa alasan mengenai hal ini antara lain:

a.         Tidak memahami apa yang terlihat

b.         Kurang waspada

c.          Malu untuk menanyakan masalah ini

d.         Tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika mengenali masalah ini

e.         Individu menyangkal atau mengelak

 

2.                Deteksi Dini Dapat Ditingkatkan Dengan Melakukan :

a.         Melakukan penyelidikan/wawancara rutin tentang penggunaan NAPZA

b.         Skrining dengan kuesioner

c.          Skrining biologi (pemeriksaan lab.)

d.         Seringkali melakukan presentasi klinis tentang penggunaan NAPZA

 

3.    Wawancara Rutin Tentang Penggunaan NAPZA

Dokter mempunyai kesempatan yang sangat bervariasi untuk melakukan wawancara mengenai penggunaan NAPZA, seperti dibawah ini :

a.         Pasien baru, merupakan bagian dari pengambilan data awal

b.         Pengobatan pasien dengan gangguan kronis, misalnya pengguna alkohol dengan keluhan gangguan jantung, diabetes, depresi

c.          Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya : trauma, gangguan pencernaan, stress/kecemasan, masalah psikologis

d.         Asesmen sebelum tindakan pembedahan

e.         Klinik ibu dan anak serta antenatal care

f.           Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan

 

4.    Kuesionir Skrining

Penggunaan kuesioner secara umum meliputi : isu-isu tentang gaya hidup seperti merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi mereka.

Banyak alat yang dapat digunakan untuk melakukan skrining penggunaan NAPZA pada individu seperti ASSIST (Alcohol,Smoking, Substance Involvement Screening Test.)

 

5.                Skrining Biologik

a.    Beberapa Jenis Pemeriksaan Darah

     Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining penggunaan NAPZA. Namun demikian hal ini sering kurang sensitif maupun spesifik daripada penggunaan kuesioner. Tes untuk skrining biologik termasuk :

1).  Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV

2).  Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT

3).  Trigliserid

 

b.    Tes Urin

     Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA (alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin harus disertai dengan wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein, obat maag yang mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung fenilpropanolamin/efedrin).

 

c. Skrining Biologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk :

1).   Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit

2).   Tes Fungsi hati

3).   Hepatitis B, C dan HIV/AIDS

 

B.       Asesmen

 

  1. Asesmen secara khusus mempunyai beberapa tujuan :

a.       mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZA awal

b.      menemukan batas-batas masalah kesehatan akibat efek NAPZA

c.       untuk menilaikonteks social penggunaan NAPZA baik terhadap pasien maupun orang lain yang bermakna

d.      untuk menentukan intervensi yang akan diberikan

 

  1. Fase asesmen

Ada empat fase penting dalam melakukan asesmen yang harus terpenuhi :

a.       mengembangkan hubungan berdasarkan saling percaya, empati dan sikap yang tidak menghakimi

b.       membantu pasien secara akurat untuk menilai kembali penggunaan NAPZA mereka, yang mungkin akan menfasilitasi mereka untuk berubah

c.        menfasilitasi untuk mengingat kembali kejadian masa lalu dan masa kini dan menghubungkan dengan penggunaan NAPZAnya saat ini

d.       mendorong pasien untuk merefleksi pilihan menggunakan NAPZA dan konsekuensi dari perilaku penggunaan NAPZAnya.

 

  1. Secara tradisional pengobatan berhasil dapat diukur dengan kondisi abstinensia (bebas NAPZA), saat ini lebih ditekankan pada:

a.         Kesejahteraan

b.         Pemahaman tentang minum minuman keras dan penggunaan NAPZA lain

c.          Kesiapan untuk berubah

d.         Harapan yang terkait dengan penggunaan NAPZA (penghentian)

e.         Fungsi sosial dan dukungan sosial

Semua hal diatas merupakan prediktor keberhasilan dalam pengobatan penggunaan NAPZA.

 

C.      Tatalaksana Adiksi NAPZA Pada Kondisi Non Gawat Darurat

 

Individu dengan masalah penggunaan NAPZA pada kondisi tidak gawat darurat perlu menerima intervensi singkat ataupun intervensi psikososial, tergantung dari derajat penggunaan yang dilakukan individu tersebut. Bila diperlukan, pasien dengan ketergantungan NAPZA tertentu juga dapat menerima farmakoterapi rumatan ataupun simtomatik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


ADIKSI
OPIOID

 

Golongan opioida yang sering digunakan adalah Heroin, yang merupakan golongan opoida semi sintetik, disebut juga: putau, ptw, etep, pete ,H, Junk, Skag, Smack. Heroin dibuat dari getah buah poppy. Dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Digunakan dengan cara disuntik, di rokok ataupun dihidu . Pengguna heroin di Indonesia menjadi ancaman besar penyebaran HIV/AIDS, hepatitis C dan B.

Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan mendorong terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat penggunanya masuk dalam overdosis, meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan mengurangi atau menghentikan penggunaannya akan mengalami gejala putus zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah dan merinding.

INTOKSIKASI OPIOID

1.        Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Opioid

2.        Kriteria Diagnostik :

A.    Baru saja menggunakan opioida

B.     Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis bermakna (misalnya euforia yang diikuti dengan apati, disforia, agitasi atau retardasi motorik, hendaya daya nilai atau hendaya fungsi sosial atau hendaya pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan opioida.

C.     Kontriksi pupil (atau dilatasi pupil akibat anoksia dari overdosis berat) dan satu (atau lebih) gejala-gejala di bawah ini berkembang selama atau segera setelah penggunaan opioida:

§  Mengantuk/drowsiness

§  Bicara cadel

§  Hendaya dalam perhatian atau daya ingat

D.    Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau tanpa komplikasi medis lainnya. Komplikasi medis yang terjadi dapat berupa :

§  Trauma atau cedera tubuh lainnya

§  Hematemesis

§  Aspirasi muntah

§  Konvulsi

§  Delirium

§  Koma

3.    Diagnosis Banding: Intoksikasi zat psikoaktif lain atau campuran

4.    Pemeriksaan Penunjang:

§  Naloxone Chalenge Test (bila pasien koma)

§  Darah lengkap

§  Urinalisis

§  Rontgen Foto Kepala

§  EEG

§  CT scan otak

§  Test HIV/AIDS bila ada faktor risiko didahului dengan konseling dan disampaikan hasil dalam konseling pasca tes

 

5.    Konsultasi:

§  Dokter spesialis anestesi

§  Dokter spesialis saraf

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis jantung

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: rawat inap segera dalam kondisi akut

7.      Terapi :

§  Penanganan kondisi gawat darurat

§  Pemberian Antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba)

§  Monitoring dan Evaluasi Vital Sign

§  Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis

§  Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU

8.      Penyulit: AIDS dan berbagai Infeksi oportunistik yang menyertainya, Hepatitis, koma, kejang, edema paru, edema cerebri, kondisi infeksi lainnya, kematian.

9.      Informed consent:

§  Sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan

§  Mematuhi aturan Rumah Sakit

10.  Lama Perawatan: 2 x 24 jam

11.  Masa pemulihan: Minimal 2 minggu

12.  Keluaran: sehat secara fisik, hasil pemeriksaan opiat dalam urin negatif

13.  Autopsi: bila ada kematian tak wajar

 

KONDISI PUTUS ZAT OPIOIDA

1.      Gangguan/Diagnosis : Putus Zat Opioid

2.      Kriteria Diagnostik :

Salah satu di bawah ini :

A.  Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah berlangsung lama (beberapa minggu atau lebih lama)

B.  Paling sedikit terdapat 3 gejala berikut yang timbul akibat penghentian atau pengurangan penggunaan opioida dalam waktu beberapa menit sampai beberapa hari:

1.    Disforia

2.    Mual dan muntah

3.    Nyeri otot

4.    Lakrimasi atau rinorrhea

5.    Dialtasi pupil, piloereksi atau berkeringat

6.    Diare

7.    Menguap (yawning)

8.    Demam

9.    Insomnia

C.  Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distress yang secara klinis bermakna atau hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting lainnya

D.  Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.      Diagnosis Banding          :         

§  Common Cold

§  Gastro Enteritis

4.      Pemeriksaan Penunjang :

§  Laboratorium darah lengkap

§  Pemeriksaan urinalisis rutin

§  Test HIV/AIDS bila ada faktor risiko didahului dengan konseling dan disampaikan hasil dalam konseling pasca tes

5.      Konsultasi  :             

§  Dokter spesialis saraf

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: tidak menjadi keharusan, tergantung kasusnya bila  gejala putus  zat sangat berat sebaiknya dirawat inap

7.      Terapi :

    • Simptomatik sesuai gejala klinis
    • Subtitusi Golongan Opioida : Codein, Metadon, Bufrenorfin yang diberikan secara tapering off. Untuk Metadon dan Buprenorfin terapi dapat dilanjutkan untuk jangka panjang (Rumatan)
    • Subtitusi non opioida ; Clonidine, perlu pengawasan tekanan darah bila sistole kurang dari 100mmHg atau diastole kurang 70 mmHg HARUS DIHENTIKAN
    • Pemberian Sedatif-Hipnotika, Neuroleptika dapat dikombinasikan dengan obat-obat lain

8.      Penyulit: AIDS beserta infeksi opotunistiknya, Hepatitis, komorbiditas dengan Gangguan jiwa lain dan kematian

9.      Informed Consent: Sesuai dengan tindakan/pemeriksaan yang akan diberikan, Mematuhi aturan Rumah Sakit

10.  Lama Perawatan: Minimal 2 minggu bila dirawat

11.  Masa Pemulihan: Minimal 3 bulan

12.  Keluaran: Sehat secara fisik dan hasil pemeriksaan opiat dalam urin negative

13.  Autopsi: Bila ada kematian yang tak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TERAPI RUMATAN METADON PASCA PUTUS ZAT OPIOIDA

1.      Gangguan/Diagnosis: Adiksi zat opioida dalam program rumatan

2.      Kriteria Diagnosis:

A.    Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah berlangsung lama (minimal satu tahun)

B.     Penggunaan antagonis opioida setelah masa penggunaan opioida

3.      Kriteria Inklusi:

§  Memenuhi kriteria Ketergantungan Opoida ((PDGJIII/ICD-10/DSM IV).

§  Usia 18 tahun keatas.

§  Pasien harus dapat memberikan bukti identitas diri.

§  Memenuhi setiap aturan dari Program Rumatan Methadone.

4.      Diagnosis Banding: Penggunaan poly drugs

5.      Pemeriksaan Penunjang:

§  Tes fungsi hati

§  Urinalisis Opiat

§  Konseling terapi rumatan

§  Tes HIV dan Hepatitis dengan konseling pra dan pasca tes konseling

§  Evaluasi psikologi

6.      Konsultasi :                                 

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis penyakit paru

7.      Kriteria Tenaga: Tim Program Rumatan Metadon yang sudah terlatih

8.      Perawatan Rumah Sakit: Tidak diperlukan kecuali bila ada efek samping  yang  berat dalam dosis stabilisasi

9.      Terapi:

§  Metadon diberikan dengan dosis tunggal setiap hari di hadapan petugas

§  Dosis awal yang diberikan antara 20-30 mg, sesuai kondisi klinis pasien

§  Peningkatan dosis awal dilakukan antara 1-3 hari tergantung toleransi pasien

§  Dosis Stabilisasi terjadi setelah 2 minggu dan kemudian dipertahankan (rumatan)

§  Dosis dapat dinaikkan atau diturunkan setelah konsultasi dengan dokter

 

 

10.  Penyulit:

§  Memasuki stadium AIDS dengan ART

§  Hepatitis dengan Gangguan fungsi hati berat

§  Dual Diagnosis

§  Intoksikasi/Overdosis Metadon

§  Poly drugs

11.  Informed Consent:

§  Mematuhi semua aturan dalam Program Rumatan Metadon

§  Sesuai tindakan/pemeriksaan yang akan dilakukan

12.  Masa pemulihan: Sesuai kebutuhan pasien

13.  Keluaran:

§  Bebas dari penggunaan opioida ilegal

§  Peningkatan kualitas hidup

14.  Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TERAPI RUMATAN BUPRENORFIN PADA KEADAAN PUTUS ZAT OPIOIDA

1.      Gangguan/Diagnosis : Adiksi zat opioida dalam program rumatan

2.      Kriteria Diagnosis :

A.    Penghentian atau pengurangan penggunaan opioda yang berat dan telah berlangsung lama (minimal satu tahun)

B.     Penggunaan antagonis Opioida setelah masa penggunaan opioida

3.      Kriteria Inklusi :

§  Memenuhi kriteria ketergantungan opioda (PDGJIII/ICD-10/DSM IV).

§  Usia 18 tahun keatas.

§  Pasien harus dapat memberikan bukti identitas diri.

§  Memenuhi setiap aturan dari Program Rumatan Bufrenorfin.   

4.      Diagnosis Banding: Penggunaan poly drug

5.      Pemeriksaan Penunjang:

§  Tes Fungsi Hati

§  Urinalisis Opiat

§  Konseling terapi rumatan

§  Tes HIV dan Hepatitis dengan pre dan pasca konseling

§  Evaluasi psikologi

6.      Konsultasi:                                  

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis penyakit paru

7.      Perawatan Rumah Sakit: Tidak diperlukan             

8.      Terapi:

§  Bufrenorfin diberikan dengan dosis tunggal setiap hari

§  Dosis awal yang diberikan antara 2- 8 mg, sesuai kondisi klinis pasien

§  Peningkatan dosis dilakukan antara 1-3 hari tergantung toleransi pasien

§  Dosis Stabilisasi terjadi setelah 2 minggu dan kemudian dipertahankan (rumatan)

§  Dosis maksimal yang dapat diberikan 32 mg/hari

§  Dosis dapat dinaikkan atau diturunkan setelah konsultasi dengan dokter

9.      Kriteria Tenaga: Dokter spesialis/Umum yang sudah mendapatkan pelatihan 8 Jam untuk terapi Bufrenorfin

10.  Penyulit:

§  Memasuki stadium AIDS dengan ART

§  Hepatitis dengan Gangguan fungsi hati berat

§  Dual Diagnosis

§  Intoksikasi/Overdosis Metadon

11.  Informed Consent:

§  Mematuhi semua aturan dalam PRB

§  Sesuai tindakan/pemeriksaan yang akan dilakukan

12.  Masa pemulihan: Sesuai kebutuhan pasien

13.  Keluaran:

§  Bebas dari penggunaan opioida ilegal

§  Peningkatan kualitas hidup

14.  Autopsi: bila ada kematian yang tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI KOKAIN

Kokain merupakan stimulan yang kuat  dan mengakibatkan ketergantungan kuat pada penggunanya. Dalam upaya mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang makin lama makin meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan bubuk berwarna putih, sebagai bentuk garam kokain hidroklorida atau freebase. Kokain hidroklorida larut dalam air , digunakan dengan disuntikan atau dihidu. Bentuk freebase digunakan dengan cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan untuk kokain yang dapat dirokok, bentuknya seperti kristal batu karang.

Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada tubuh sebagai berikut:

         Masalah jantung, termasuk serangan jantung

         Gangguan respirasi sampai kegagalan pernafasan

         Gangguan sistem syaraf, termasuk stroke

         Gangguan pencernaan , penurunan nafsu makan

Menggunakan kokain bercampur alkohol akan membentuk komponen berbahaya yang dikenal sebagai KOKAETILEN. Yang membuat efek eforia menjadi kuat dan kemungkinan fatalitas dengan kematian mendadak

Kokain dalam sistem syaraf pusat akan mengganggu proses reabsorbsi dopamine, suatu chemical messenger terkait rasa nyaman dan gerakan. Dengan mekanisme dopamine ini sistem syaraf dirangsang untuk eforia. Peningkatan perasaan nyaman membuat penggunanya tidak merasa lelah, dan kesiagaan meningkat , tergantung rute penggunaan. Makin cepat diabsorbsi tubuh , makin kencang perasaan high. Makin cepat absorbsi, makin pendek aksi durasinya. Dengan snorting durasinya 15 - 30 menit, sementara dirokok durasi efeknya 5 - 10 menit. Penggunaan yang meningkat membuat perasaan high makin tinggi dan meningkatkan risiko adiksi

INTOKSIKASI KOKAIN

1.      Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Kokain

2.      Kriteria Diagnostik :

A.    Baru saja menggunakan kokain

B.     Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis (misalnya: euforia atau afek mendatar, perubahan dalam hidup sosial, hypervigilance/kewaspadaan yang meningkat, interpersonal sensitivity, ansietas, tegang, atau kemarahan, tingkah laku yang stereotipik, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan kokain.

C.     Dua (atau lebih) dari yang berikut di bawah ini yang terjadi selama atau segera setelah penggunaan kokain:

1.      Takikardi atau bradikardi

2.      Dilatasi pupil

3.      Peningkatan atau penurunan tekanan darah

4.      Berkeringat atau rasa dingin

5.      Mual atau muntah

6.      Penurunan berat badan

7.      Agitasi atau retardasi psikomotor

8.      Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia jantung

9.      Bingung /konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma

D.    Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.      Diagnosis Banding: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat   psikoaktif lain (Golongan Stimulan)

4.      Pemeriksaan Penunjang :            

§  Laboratorium, terutama urinalisis

§  Rontgen foto kepala

§  EEG, CT Scan Kepala

5.      Konsultasi:          

    • Dokter spesialis Anaestesi
    • Dokter spesialis Saraf
    • Dokter spesialis Penyakit Dalam
    • Dokter spesialis Jantung
    • Dokter spesialis Kedokteran Jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: Perlu dilakukan untuk mengatasi komplikasi yang  timbul

7.      Terapi:

§  Usaha penunjang (Supportive Measure)

§  Sedative-Hipnotika/Anti Ansietas

§  Antipsikotik

§  Bila ada hipertermia diberikan kompres dingin

§  Pemberian anti konvulsan bila kejang-kejang

§  Anti hipertensi bila ada kenaikan tekanan darah

8.      Penyulit: Aritmia jantung, ulserasi sampai perforasi septum nasi

9.      Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit

10.  Lama Perawatan: Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu

12.  Keluaran: Sehat secara fisik, Urin Kokain negatif

13.  Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KONDISI PUTUS KOKAIN

1.      Gangguan/Diagnosis : Sindroma Putus zat Kokain (ICD-10 F.14)

2.      Kriteria Diagnostik :

A.     Penghentian atau pengurangan penggunaan kokain yang berat dan telah berlangsung lama.

B.     Mood yang disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis di bawah ini yang terjadi dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A.

§  Rasa lelah

§  Mimpi buruk yang jelas (vivid, unpleasant dreams)

§  Insomnia atau hipersomnia

§  Peningkatan nafsu makan

§  Retardasi psikomotor atau agitasi

C.     Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan distres yang secara klinis bermakna atau terjadi hendaya sosial, okupasional atau fungsi penting lainnya.

D.     Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

3.    Diagnosis:  

§  Gangguan Kecemasan

§  Gangguan Depresi

§  Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif lainnya

4.    Pemeriksaan Penunjang :  

§  Darah lengkap

§  Urin rutin

§  Pemeriksaan kokain dalam urin

§  Evaluasi psikologik

§  EEG

5.    Konsultasi:

§  Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

§  Dokter spesialis Saraf

§  Dokter spesialis Penyakit Dalam

6.      Perawatan Rumah Sakit: diperlukan sesuai dengan kondisi klinis (misal: kondisi depresi berat, psikotik dengan agitatif)

7.      Terapi:

§  Anti depresan

§  Hipnotik Sedatif/Anti Ansietas

§  Anti psikotik

8.    Penyulit : Gangguan psikotik akibat penggunaan Kokain

9.    Informed consent : Mematuhi peraturan Rumah Sakit bila rawat inap

10.    Lama Perawatan : Minimal 2 minggu

11.    Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu

12.    Keluaran: Sehat fisik, Urinalisis negatif

13.    Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI KANABIS

 

Kanabis merupakan kumpulan daun, tangkai, buah kanabis sativa yang dikeringkan dan dirajang. Kanabis dapat pula diolah dalam bentuk minyak hashish yang merupakan cairan pekat berwarna coklat. Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau tanpa tembakau (dilinting), dengan pipa, atau digunakan dalam campuran dengan zat lainnya. Penggunaan dengan cara dicampur makanan dan diseduh seperti teh juga ditemukan di beberapa tempat, namun demikian pengolahan Kanabis dengan cara dimasak seperti ini melarutkan sebagian besar zat aktif Kanabis. Zat aktif dalam Kanabis adalah THC (delta-9-tetrahydrocannabinol). Membran sel syaraf tertentu dalam otak yang mengandung reseptor protein akan mengikat erat THC. Baunya menyengat asam-manis.

 

Penggunaan terus menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan memori, proses belajar dan perilaku sosial sehingga penggunanya meninggalkan berbagai aktivitas sekolah/kerja dan interaksi sosial. Karena reaksi terhadap rangsang melambat, maka pengguna sering mengalami kecelakaan, juga dapat terlibat pada berbagai masalah hukum.

Penggunaan dirokok akan memberikan risiko kanker paru, dan risiko infeksi dalam jangka panjang. Karena jumlah zat kimia serta tar pada Kanabis lebih banyak dari tembakau, maka risiko penggunaannya lebih besar dari penggunaan rokok tembakau itu sendiri. Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal.

 

INTOKSIKASI KANABIS

1.    Nama Penyakit/Diagnosis : Intoksikasi Kanabis

2.    Kriteria diagnosis :

A.      Baru menggunakan kanabis

B.       Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya: gangguan koordinasi motorik, euforia, ansietas, merasa waktu berjalan lambat, hendaya daya nilai, penarikan diri) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan kanabis.

C.       Dua (atau lebih) dari gejala-gejala di bawah ini yang berkembang dalam 2 jam penggunaan Kanabis :

§  Konjuntiva kemerahan

§  Peningkatan nafsu makan

§  Mulut kering

§  Takikardi

D.    Gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

3.    Diagnosis Banding: intoksikasi halusinogen

4.    Pemeriksaan penunjang:   

§  Darah lengkap

§  Urin rutin

§  Pemeriksaan kanabis dalam urin

§  Rontgen Thoraks

§  EEG

5.    Konsultasi:                        

§  Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

§  Dokter Spesialis Paru

6.      Perawatan Rumah Sakit: Kurang diperlukan untuk rawat inap

7.      Terapi:

§  Umumnya tidak diperlukan farmakoterapi khusus, tetapi mungkin suportif talking down

§  Bila Ansietas berat berikan antiansietas golongan Benzodiazepine

§  Bila gejala psikotik menonjol dapat diberikan antipsikotik (misal: Haloperidol 1 -2 mg per oral)

 

8.      Penyulit :   

§  Kanker Paru

§  Infertilitas

§  Impotensi

§  Dementia

§  Delirium

§  PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)

9.      Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit bila dirawat Sesuai tindakan yang akan dilakukan

10.  Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu

11.  Out put: Sehat secara fisik, urinalisis negatif

12.  Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI ALKOHOL

 

Alkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya. Kesadaran atas  kedua efek ini sangat tergantung pada kondisi susunan saraf pusat pada saat penggunaan alkohol berlangsung. Dengan demikian efek penggunaan alkohol juga tergantung pada seting lingkungan penggunaan dan kepribadian orang yang bersangkutan.

 

Masalah alkohol menyolok dibeberapa wilayah Indonesia. Media massa memuat berita beberapa orang meninggal dalam acara pesta alkohol akibat penggunaan alkohol lokal, atau didapatkan dalam populasi tertentu penggunaan alkohol yang sulit dihentikan. Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran utama:

a.             Craving – keinginan kuat untuk minum

b.             Kehilangan kendali diri – tak mampu menghentikan kebiasaan minum

  1. Ketergantungan fisik – simtom putus alkohol seperti nausea, berkeringat atau gemetar setelah berhenti minum

d.             Toleran – kebutuhan untuk meningkatkan jumlah minum untuk mendapatkan efek “high”

Alkoholisme mempunyai dampak bahaya serius. Peminum berat mempunyai risiko kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya lebih besar daripada bukan peminum. Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna alkohol dapat mengalami kecacatan sejak lahir. Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu lintas, juga risiko membunuh orang lain atau diri sendiri.

INTOKSIKASI ALKOHOL

1.      Nama Penyakit/Diagnosis: Intoksikasi Alkohol

2.      Kriteria Diagnostik :

A.    Baru saja menggunakan alkohol.

B.     Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologik yang secara klinis bermakna (misalnya: perilaku seksual atau agresifitas yang tidak sesuai, emosi labil, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan alkohol.

C.     Satu (atau lebih) dari gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan alkohol

1.      Bicara cadel

2.      Inkoordinasi

3.      Jalan sempoyongan

4.      Nistagmus

5.      Hendaya dalam pemusatan perhatian atau daya ingat

6.      Stupor atau koma

D.    Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.    Diagnosis Banding:

§  Intoksikasi Benzodiazepine/Barbiturat

§  Hipoglikemi

§  Trauma kepala

§  Hepatic Encephalopathi

§  Ensefalitis

§  Ketoacidosis Diabeticum

§  Post Ictal Status

§  Penyebab lain ataksia seperti penyakit Neurodegeneratif

4.    Pemeriksaan Penunjang :

§  Darah lengkap

§  Urin rutin

§  Alcohol Blood Level

§  Breath Analyzer Test

5.      Konsultasi :

§  Dokter Spesialis Penyakit Dalam

§  Dokter Spesialis Saraf

§  Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

6.    Perawatan Rumah Sakit: memerlukan Rawat inap

7.    Terapi:

§  Kondisi Hipoglikemi : 50 mg Dextrose 50%

§  Penanganan gawat darurat dan intensif kondisi koma

§  Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy lalu 50 ml Dextrose 50% i.v (TIDAK BOLEH TERBALIK)

§  Problem Perilaku; petugas mengantisipasi perilaku agresifitas dengan membuat suasana tenang dan berikan dosis rendah sedatif atau injeksi Haloperidol 5 mg i.m

8.      Penyulit :   

§  Trauma Kepala

§  Penggunaan poly drugs

9.      Informed Consent :           

§  Mematuhi peraturan rumah sakit

§  Sesuai dengan tindakan yang dilakukan

10.  Lama perawatan : Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu

12.  Out put : Sehat Fisik

13.  Autopsi : Bila ada kematian tidak wajar

 

KADAR ALKOHOL DALAM DARAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN

GEJALA SISTEM SARAF PUSAT

 

KONSENTRASI (g/dl)

PEMINUM SPORADIK

PEMINUM KRONIK

0.050-0.075

(taraf pesta)

Euforia, Suka berkumpul (gregarious), suka mengomel (garroulous)

-Tak tampak gejala

-Sering masih terlihat segar

0.100

(intoksikasi secara hukum*)

Tidak terkoordinasi

Gejala Minimal

0.125-0.150

Perilaku tak terkontrol

Menyenangkan, mulai euforia, kurang koordinasi

0.200-0.250

Hilang kewaspadaan, lethargy

Membutuhkan usaha untuk mempertahankan emosi/kontrol motorik

0.300-0.350

Stupor sampai koma

Mengantuk, lamban

Lebih dari 0.500

Fatal, mungkin membutuhkan hemodialisis

Koma

 

*) Di beberapa Negara secara hukum kadar 0.080 sudah ditetapkan sebagai intoksikan

 

KONDISI PUTUS ALKOHOL

1.    Gangguan/Diagnosis: Putus Alkohol

2.    Kriteria Diagnostik:

A.  Penghentian atau pengurangan penggunaan yang berat dan terus menerus dari alkohol

B.  Dua (atau lebih) yang berikut berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A:

§  Hiperaktifitas saraf otonom, misalnya berkeringat atau nadi lebih dari 100x/menit

§  Peningkat tremor tangan

§  Insomnia

§  Mual atau muntah

§  Halusinasi visual, taktil atau auditori sementara atau ilusi

                  

C.     Gejala-gejala di kriteria B menyebabkan distres yang bermakna secara klinis atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D.    Gejala-gejala tersebut di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

Kadang-kadang terjadi Delirium Tremens dengan ditemukannya gangguan daya ingat (gross memory disturbance) disertai gejala putus alkohol yang lain. Delirium tremenes mulai timbul 2 atau 3 hari setelah berhenti minum alkohol dan menetap 1-5 hari.

3.    Diagnosis Banding:

§  Putus zat Sedatif – Hipnotik

§  Demensia

§  Psikotik

§  Malingering

§  Factitious Disorder

4.    Pemeriksaan Penunjang :

§  Darah lengkap

§  Profil lipid

§  Fungsi hati

§  Fungsi ginjal

§  Aspartate Aminotransferase

§  Urinalisis Sedatif-Hipnotik

5.    Konsultasi :         

§  Dokter Spesialis Penyakit Dalam

§  Dokter Spesialis Saraf

§  Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

6.    Perawatan Rumah Sakit : Rawat Inap

7.    Terapi:

§  Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elektrolit dan keadaan umum

§  Atasi kondisi gelisah dan agitasinya dengan golongan Benzodiazepin atau Barbiturat

§  Pemberian vitamin B dosis besar (mis : Neurobion 5000 mcg kemudian dilanjutkan dengan vitamin B1, multivitamin dan Asam Folat 1 mg oral

§  Bila ada riwayat kejang putus zat atasi dengan Benzodiazepine (Diazepam atau Lorazepam i.v perlahan

§  Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah 4 mg Magnesium Sulfat dalam 1 liter dari 5% Dextrose/normal saline selama 1-2 jam

§  Bila terjadi Delirium Tremens HARUS ADA ORANG YANG SELALU MENGAWASI.

8.    Penyulit :

§  Gangguan Fungsi hati

§  Trauma Kepala

§  Anemia

§  Myopathia

§  Pankreatitis

§  Gangguan Lambung

§  Trombositopeni

§  Kardiomipati

9.    Informed Consent:

§  Mematuhi peraturan Rumah Sakit

§  Sesuai tindakan medis yan akan dilakukan

10.  Lama Perawatan : Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu

12.  Out put: Sehat fisik

13.  Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAI

 

Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa bubuk warna putih dan keabu–abuan.

Ada dua jenis amfetamin :

1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan  nama

    Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul.

    Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein, i. Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi MDMA

    karena merupakan NAPZA yang  dicampur zat lain (designer drugs) untuk mendapatkan efek

    yang diharapkan / dikehendaki.

 2. Metamfetamin,yang telah di bahas lebih detail pada butir C di atas.

Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA (Methylene-dioxy methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.

Cara penggunaan: 

1.                                       Dalam bentuk pil diminum per oral

2.      Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya diihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Metamphetamine hydrochloride, berbentuk kristal diinhalasi dengan dibakar, karenanya disebut ice, crystal, glass dan tina.

3.                                       Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.

Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energi dan meningkatkan mood. Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosis terjadi dalam jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak jantung, kenaikan tekanan darah, dan berbagai masalah psikososial. Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang terganggu mentalnya secara serius, mengalami gangguan memori dan masalah kesehatan mulut yang berat. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjukkan gejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama.

 

Amfetamin dan metamfetamin termasuk dalam jenis NAPZA yang digolongkan sebagai club drug:

1.   Club drug terdiri dari bermacam - macam zat. Biasanya digunakan anak muda untuk pesta semalam suntuk pada klub dansa dan bar. Yang termasuk dalam golongan ini adalah:

a.       Methylenedioxymethamphetamine (MDMA), juga dikenal sebagai Ecstasy, XTC, X, Adam, Clarity dan Lover's Speed

b.       Gamma-hydroxybutyrate (GHB), juga disebut Grievous Bodily Harm, G, liquid Ecstasy dan Georgia Home Boy

c.       Ketamine, nama lainnya Special K, K, Vitamin K, Cat Valium

d.       Metamfetamin, disebut juga Speed, Ice, Chalk, Meth, Crystal, Crank, Fire, Glass

e.       Lysergic Acid Diethylamide (LSD), atau Acid, Boomers, Yellow Sunshines

  1. Club drugs menjadi popular dan sering menjadi pemicu terjadinya tindak perkosaan. Zat ini dikatakan lebih membawa dampak serius dibanding alkohol.

INTOKSIKASI AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAINYA

1.      Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Amfetamin atau zat yang menyerupainya

2.      Kriteria Diagnostik:

A.  Baru menggunakan Amfetamin atau zat yang menyerupainya (misal :  Methylphenidate, MDA, MDMA)

B.  Secara klinis perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna (misalnya: Euforia atau afek yang tumpul, perubahan dalam kehidupan sosial, kewaspadaan yang berlebihan, sensitif dalam hubungan interpersonal, hendaya daya nilai atau hendaya dalam fungsi pekerjaan dan sosial, cemas, tegang atau marah, perilaku stereotipik) yang berkembang selama atau segera setelah menggunakan Amfetamin atu zat yang menyerupai.

C.  Dua/lebih dari gejala di bawah ini yang berkembang segera atau selama menggunakan amfetamin atau zat yang menyerupai :

1.      Takikardi atau bradikardi

2.      Dilatasi pupil

3.      Peningkatan atau penurunan tekanan darah

4.      Banyak keringat atau kedinginan

5.      Mual atau muntah

6.      Penurunan berat badan

7.      Agitasi atau retardasi motorik

8.      Kelelahan otot, depresi sistem pernafasan, nyeri dada dan aritmia jantung

9.      Kebingungan dan kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma

D.  Gejala-gejala diatas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.      Diagnosis Banding :

§  Intoksikasi kokain

§  Intoksikasi PCP

§  Intoksikasi Halusinogen

4.      Pemeriksaan Penunjang:

§  Urinalisis Amfetamin dan Benzodiazepin

§  EKG : sesuai indikasi

§  Evaluasi psikolog

 

5.      Konsultasi: Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

6.      Perawatan: Oservasi UGD 1 x 24 jam; bila kondisi tenang dapat diteruskan rawat jalan

7.      Terapi:

Simptomatik untuk penggunaan oral, merangsang muntah dan activated charcoal merupakan suatu intervensi yang penting, selain terapi pengobatan suportif lain:

§  Antipsikotik dengan dosis rendah

§  Antihipertensi bila diperlukan

§  Kontrol temperatur (selimut dingin dengan Klorpromazine 1 mg/kg BB setiap 6 jam)

§  Beta receptors blocker dapat mengurangi beberapa gejala chatecolaminenergic dan Benzodiazepine dapat mengontrol ansietas

§  Kondisi kejang dapat diatasi dengan Benzodiazepine (Diazepam atau Lorazepam)

§  Karena ada kemungkinan terjadi aritmia kordis yamh dapat mengancam kehidupan, maka kemungkinan diperlukan cardiac monitoring, dapat diberikan Propanolol untuk mengatasi kondisi ini

§  Asamkan urin dengan Amonium Klorida 2.75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 gram/hari sampai pH urin < dari 5 akan mempercepat ekskresi obat

8.      Penyulit:

§  Aritmia cordis

§  Penggunaan Poly drugs

§  Koma

9.        Informed Consent: mematuhi peraturan rumah sakit

10.    Lama Perawatan: minimal 1 minggu

11.    Masa Pemulihan: Minimal 1 minggu

12.    Out put: Sehat secara fisik dan urinalisis negatif

13.    Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KONDISI PUTUS AMFETAMIN ATAU ZAT YANG MENYERUPAI

1.      Gangguan/Diagnosis: Putus Amfetamin atau zat yang menyerupai

2.      Kriteria Diagnostik:

A.   Penghentian (pengurangan) mendadak penggunaan Amfetamin atau zat yang menyerupai yang sudah digunakan dalam jumlah banyak dan waktu lama

B.   Mood yang disforik dan dua (atau lebih) perubahan psikologis di bawah ini yang berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A :

1.    Fatique/kelelahan

2.    Halusinasi atau mimpi buruk

3.    Insomnia atau hipersomnia

4.    Nafsu makan meningkat

5.    Retardasi atau agitasi motorik

C.   Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis bermakna menimbulkan distress atau gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau fungsi-fungsi penting lainnya

D.   Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.      Diagnosis Banding:        

§  Intoksikasi Amfetamin

§  Putus kokain atau zat yang menyerupai

§  Episode manik atau hipomanik

4.      Pemeriksaan Penunjang:  

§  Urinalisis

§  EKG (sesuai indikasi)

§  Evaluasi psikologik

5.      Konsultasi:                                  

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan:

    • Observasi di Instalasi Gawat darurat selama 1x 24 jam, bila kondisi  tenang maka dapat diteruskan dengan rawat jalan
    • Rawat inap diperlukan apabila ditemukan gejala-gejala psikotik dan gejala depresi berat (dengan kecenderungan bunuh diri) atau komplikasi fisik lainnya

 

7.      Terapi:     

§  Antipsikotik

§  Antidepresan

§  Antiansietas

8.      Penyulit:

§  Multiple drug user

§  Gangguan psikatrik lain yang mendasari

9.      Informed Consent : Akan mematuhi aturan rumah sakit

10.  Lama perawatan : Minimal 1 minggu

11.  Masa pemulihan : Minimal 2 minggu

12.  Keluaran : Tidak ada gangguan fisik dan hasil urinalisis negatif

13.  Autopsi : Apabila ditemukan kematian yang tidak wajar

 

 

 

 

ADIKSI SEDATIF-HIPNOTIK

 

Jenis sedatif hipnotik yang paling banyak disalahgunakan adalah golongan Benzodiazepin sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin yang sering disalahgunakan adalah lexotan (lexo), Alprazolam, BK, rohypnol (rohip), dumolit (dum), mogadon (MG) dan lain-lain. Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.

 

INTOKSIKASI SEDATIF-HIPNOTIK

1.      Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi sedatif-hipnotik/Ansiolitik

2.      Kriteria Diagnostik:

A.    Baru saja menggunakan sedatif-hipnotik/Ansiolitik

B.     Timbul perilaku maladaptif dan perubahan psikologis yan bermakna secara klinis (misalnya perilaku seksual atau agresivitas yang tidak sesuai, mood yang labil, hendaya daya nilai, hendaya sosial dan pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan sedatif-hipnotik/Ansiolitik

C.     Satu (atau lebih) terjadi gejala-gejala berikut ini yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik:

1.      Bicara cadel

2.      Inkoordinasi

3.      Jalan sempoyongan

4.      Nistagmus

5.      Gangguan perhatian atau daya ingat

6.      Stupor atau koma

7.      Gangguan emosi

8.      Perilaku kasar dan tidak dapat diprediksi

    1. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental

Lainnya

3.    Diagnosis Banding:

§  Intoksikasi Alkohol

§  Progresif Dementia

§  Multiple Sclerosis

§  Hematoma Subdural

4.      Pemeriksaan Penunjang:

§  Urinalisis

§  Darah rutin, Fungsi hati, Fungsi Ginjal, Elektrolit

§  EEG

§  EKG

5.      Konsultasi:                                  

§  Dokter Spesialis neurologi

§  Dokter Spesialis penyakit Dalam

§  Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

6.       Perawatan : Rawat Inap

7.      Terapi :

Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :

§  Mengurangi efek obat dalam tubuh

§  Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut

§  Mencegah komplikasi jangka panjang

Langkah I : Mengurangi efek Sedatif-Hipnotik :

·         Pemberian Flumazenil (Antagonis Benzodiazepine) :

-Pemberian dengan cara intravena oleh dokter anestesi

-Drip : dalam Dextrose  5% atau NaCl 0,9%

-Kemasan ampul 0,5 mg/5 ml

·         Untuk tingkat serum sedatif-hipnotik yang tingginya ekstrim dan gejala-gejala sangat berat, pikirkan untuk haemoperfusion dengan Charcoal resin Cara ini juga berguna bila ada intoksikasi berat dari barbiturat.

·         Tindakan suportif termasuk :

-Pertahankan jalan nafas, berikan pernafasan buatan bila diperlukan

-Perbaiki gangguan elektrolit bila ada

·         Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat dan untuk diuresis berikan Furosemide atau Manitol.

Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut :

·         Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Apabila tidak baru pemakaiannya maka pikirkan Activated Charcoal. Observasi yang intensif harus diberikan supaya tidak terjadi aspirasi.

Langkah III : Mencegah komplikasi :

·         Perhatikan tanda-tanda vital, periksa kemungkinan adanya depresi pernafasan, aspirasi dan edema paru

·         Bila sudah terjadi aspirasi, maka dapat diberikan antibiotik

·         Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat khusus dengan pengawasan yang ketat

8.    Penyulit:

§  Trauma kepala

§  Percobaan bunuh diri

§  Hepatitis

§  AIDS

9.      Informed Consent: Mematuhi peraturan Rumah Sakit

10.  Lama Perawatan: Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu

12.  Keluaran: Tidak ada gangguan fisik dan hasil urinalisis negatif

13.  Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KONDISI PUTUS SEDATIF-HIPNOTIK/ANSIOLITIK

1.    Gangguan/Diagnosis: Putus sedatif-hipnotik/Ansioliitik

2.    Kriteria diagnosis:

A.  Penghentian (atau pengurangan) penggunaan Hipnotik-Sedatif/Ansiolitik yang telah berlangsung lama

B.  Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah kriteria A :

1.      Hiperaktifitas autonom (misalnya berkeringat atau nadi lebih dari 100 x/menit)

2.      Tremor tangan meningkat

3.      Insomnia

4.      Mual atau muntah

5.      Halusinasi visual, taktil atau auditoria yang bersifat sementara atau ilusi.

6.      Agitasi psikomotor

7.      Ansietas

8.      Kejang jenis Grandmal

C.  Gejala-gejala pada kriteria B menyebabkan hendaya yang secara klinis bermakna atau gangguan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D.  Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau     mental lainnya.

3.    Diagnosis Banding:        

§  Putus alkohol

§  Intoksikasi kokain

§  Intoksikasi amfetamin

§  Hipertiroid

§  Gangguan ansietas

4.    Pemeriksaan Penunjang:             

§  Urinalisis

§  Darah Lengkap

§  Elektrolit

5.      Konsultasi:                                  

§  Dokter spesialis saraf

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa              

6.      Perawatan Rumah sakit: sangat diperlukan pengawasan ketat

7.      Terapi :

§  Abrupt withdrawal  ( pelepasan mendadak ) dapat berakibat fatal sehingga hal itu tidak dianjurkan.

§  Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai dengan memastikan dosis yang masih dapat ditoleransi, dilanjutkan dengan pemberian suatu sedatif Benzodiazepine yang Long Acting atau Barbiturat (Pentotal, Luminal) dalam jumlah cukup banyak sampai terjadi gejala-gejala intoksikasi ringan, atau sampai kondisi pasien tenang. Ini diteruskan selama beberapa hari sampai keadaan pasien stabil, kemudian baru dimulai dengan penurunan dengan kecepatan maksimal 10 % per 24 jam sampai dosis sedatif nol. Bila penurunan dosis menyebabkan pasien gelisah /insomnia/agitatif atau kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil, setelah itu penurunan dosis dilanjutkan.

§  Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa digunakan oleh pasien. Penurunan dosis total 10 % per hari, maksimal 100 mg/hari.

§  Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal). Luminal digunakan sebagai substitusi atau Barbiturat masa kerja lama yang lain. Sifat long acting akan mengurangi fluktuasi pada serum yang terlalu besar, memungkinkan digunakannya dosis kecil yang lebih aman. Waktu paruhnya antara 12-24 jam sehingga dosis tunggal sudah cukup. Dosis lethal 5 kali lebih besar daripada dosis toksis dan tanda-tanda toksisitasnya lebih mudah diamati (sustained nystagmus, slurred speech dan ataxia). Intoksikasi Luminal biasanya tidak menimbulkan disinhibisi, sehingg jarang menimbulkan masalah tingkah laku yang umum dijumpai pada Barbiturat short acting. Dosis Luminal tidak boleh melebihi 500 mg sehari. Rumus yang dipakai:

 

Satu dosis sedatif = satu dosis hipnotik

(Barbiturat short acting yang dipakai)

 
 


Ka

 

Kalau timbul toksitas, maka dosis harian dihitung kembali

Daftar Dosis Ekivalen = (untuk detoksifikasi Sedatif Hipnotik lain)

 

 
 

 

 


30 mg Luminal kira-kira setara dengan :

- 100 mg Phentonal                             - 500 mg Chloralhydrate

- 400-600 mg Medical                        - 250-300 mg Methaqualone

- 100 mg Chlordiazepoxide                - 50 mg Chlorazepate ( Tranxene)

- 5 mg Diazepam                                 - 60 mg Flurazepam (Dalmadorm)

Tambahkan kesetaraan dosis Diazepam dan lakukan tes dosis

 

  • Tatalaksana dengan Benzodiazepine tapering off :

1.      Berikan salah satu Benzodiazepine (Valium, Frisium, Ativan) dalam jumlah cukup.

2.      Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2 hari

3.      Berikan hipnotika malam saja (misalnya Dalmadorm)

4.      Berikan vitamin B complex.

5.      Injeksi Valium intramuskuler/intravena 1 ampul bila pasien kejang/agitasi dan  dapat diulangi beberapa kali dengan selang waktu 30-60 menit.

8.    Penyulit:

§  Hepatitis

§  AIDS

§  Gangguan psikiatri yang mendasari

9.    Informed consent: Harus mematuhi peraturan Rumah Sakit

10.     Lama perawatan: Minimal 2 minggu

11.     Masa pemulihan: Minimal 2 minggu

12.      Keluaran: Tidak ada gangguan fisik

13.     Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI TEMBAKAU

 

Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau pipa, tembakau kunyah, dan susur. Paling umum adalah penggunaan rokok baik rokok putih, kretek maupun cerutu.

Zat berbahaya bagi kesehatan yang dikandung rokok adalah nikotin, carbon monoksida, dan hydrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru. Nikotin, merupakan zat adiktif dalam tembakau yang sangat toksik sehingga sering digunakan sebagai zat insektisida

Tembakau bersifat stimulan dan  depresan. Perokok pemula akan mengalami euforia, kepala terasa melayang, pusing, pening, debar jantung dan pernafasan meningkat, dan sensasi tingling pada tangan dan kaki. Perokok kronis akan kurang peka terhadap citarasa.

Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian hari, banyak yang berhenti merokok karena berbagai alasan. Perokok ketergantungan mengalami masa tak nyaman ketika ia menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok seperti gelisah, anxietas, sulit tidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan darah menurun, tak bisa konsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, sakit kepala dan sensitif, dapat terjadi.
Simtom fisik putus nikotin terjadi selama satu sampai tiga minggu.  

Masalah medik terkait pengguna tembakau dirokok dalam jangka panjang adalah gangguan pada sistim pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, sistem digestif, gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa dirokok seperti tembakau kunyah dan hidu, juga mengganggu kesehatan seperti lesi mulut dan kanker.

 

 PUTUS NIKOTIN 

1.    Gangguan/Diagnosis: Putus nikotin

2.    Kriteria Diagnosis:

A.    Penggunaan Nikotin setiap hari paling sedikit dalam beberapa minggu

B.     Penghentian mendadak atau pengurangan penggunaan Nikotin yang dalam waktu 24 jam akan terjadi empat ( atau lebih ) gejala-gejala berikut ini:

1.      Disforik atau perasaan tertekan

2.      Sulit tidur

3.      Iritabilitas, frustasi atau cepat marah

4.      Ansietas

5.      Sulit konsentrasi

6.      Kegelisahan

7.      Penurunan denyut nadi

8.      Peningkatan nafsu makan atau penambahan berat badan

C.     Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis menyebabkan hendaya atau gangguan sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D.    Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

3.    Diagnosis Banding :       

§  Tumpang tindih dengan putus zat lain

§  Intoksikasi dengan kafein

§  Ansietas

§  Gangguan alam perasaan

§  Gangguan tidur

§  Pengobatan yang menyebabkan akatisia

4.    Pemeriksaan penunjang :            

§  EEG

§  Darah : Nikotin atau Kotinin

§  Urinalisis   

5.      Konsultasi :                     

§  Dokter spesialis saraf

§  Dokter spesiali kedokteran jiwa

§  Dokter spesialis paru-paru

§  Dokter spesialis penyakit dalam

6.      Perawatan Rumah Sakit: Biasanya tidak perlu

7.      Terapi:

Simptomatik  à apabila ada ansietas maka diberikan  antiansieta

 apabila ada rasa nyeri  maka berikan analgetika  

Penyulit:

§  Kanker paru, kanker oral & kanker lain           

§  Gangguan kardiovaskuler & serebovaskuler

8.      Perawatan Rumah Sakit   : tidak memerlukan rawat inap

9.      Masa pemulihan   : Minimal 2 minggu

10.  Keluaran               : Tidak ada gangguan fisik

11.  Autopsi                : Bila ada kematian tidak wajar

 

KETERANGAN TAMBAHAN :

§  Intoksikasi nikotin tidak dimasukkan disini sebab intoksikasi Nikotin jarang terjadi dan belum dipelajari dengan baik.

§  Untuk penghentian gangguan Nikotin dapat dipergunakan cara sebagai berikut :

Nicotinel – Transdermal Therapeutic System (TTS)

1.      Untuk perokok diatas 20 batang perhari :

Minggu 1 – 4   = digunakan satu Nicotinel TTS 30 perhari

Minggu 5 – 8   = digunakan satu Nicotinel TTS 20 perhari

Minggu 9 – 12 = digunakan satu Nicotinel TTS 10 perhari

(terapi selesai pada minggu ke 12)

2.      Untuk perokok sampai 20 btang perhari :

Minggu 1 –  8 = digunakan satu Nicotinel TTS 20 perhari

Minngu 9 -12 = digunakan satu Nicotinel TTS 10 perhari

(terapi selesai pada minggu ke 12)

 

TERAPI PILIHAN LAIN ( Sesuai Tabel Berikut ) :

MEREK DAGANG

(pabrik)

NIKOTIN

(mg)

DOSIS

PERHARI

LAMA

PENGGUNAAN

 

TransdermalNicotine Patch

Habitrol (CIBA-GEIGY)

21 mg

14 mg

 7 mg

 

 

52,6

35,0

17,5

 

 

 

21mg/hari

14mg/hari

  7mg/hari

 

 

4-8 minggu

2-4 minggu

2-4 minggu

 

Nicoderm (Marion Merell Dow)

21 mg

14 mg

  7 mg

 

114,0

78,0

36,0

 

 

21 mg/hari

14 mg/hari

  7 mg/hari

 

4-8 minggu

2-4 minggu

2-4 minggu

 

 

Nicotrol (Parke Davis)

15 mg

10 mg

  5 mg

 

24,9

16,6

  8,3

 

15 mg/16 jam

10 mg/16 jam

  5 mg/16 jam

 

4-12 minggu

2-  4 minggu

2-  4 minggu

 

Prostep (Lederle)

22 mg

11 mg

 

30,5

15,0

 

22 mg/hari

11 mg/hari

 

4-8 minggu

2-4 minggu

 

Nicoten Gum

Nicorette 2 mg

(Marion Merell Dow)

 

 

2,0

 

 

9-12 biji/hari

(maks 30)

 

 

2-3 bulan

(maks 6)

 

Nicorette DS

(Marion Merell Dow)

 

4,0

 

9-12 biji/hari

(maks 20)

 

2-3 bulan

(maks 6)

Varenicline

Sesuai dengan jadwal yang tertulis pada kemasan

12-52 minggu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI KAFEIN

 

INTOKSIKIASI KAFEIN

1.    Gangguan/Diagnosis : Intoksikasi Kafein

2.    Kriteria Diagnosis :

A.    Baru menggunakan Kafein, biasanya lebih dari 250 mg (misalnya lebih dari 2 – 3 cangkir brewed coffee)

B.     Lima (atau lebih) gejala-gejala berikut ini terjadi selama atau segera setelah penggunaan Kafein :

1.      Restlessness (gelisah)

2.      Nervousness

3.      Excitement

4.      Insomnia

5.      Muka merah (flushed face)

6.      Diuresis

7.      Gangguan Gastro Intestinal

8.      ’Kedutan’(Muscle Twitching)

9.      Arus pikir cepat, banyak bicara

10.   Takikardia atau Aritmia Kordis

11.  Periode waktu kelelahan

12.  Agitasi psikomotor

C.     Gejala-gejala pada kriteria B secara klinis bermakna menyebabkan hendaya atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya

D.    Gejala-gejala tersbut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

3.    Diagnosis banding:

§  Gangguan mental primer

§  Episode Manik

§  Gangguan panik

§  Gangguan Ansietas

§  Intoksikasi Amfetamin

§  Putus Sedatif-Hipnotik/Ansiolitik

§  Putus Nikotin

§  Gangguan Tidur

 

4.    Pemeriksaan Penunjang:

§  Urinalisis

§  EKG

§  Darah

5.    Konsultasi:

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis saraf

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: Tergantung kondisi pasien

7.      Terapi:

§  Meskipun sangat jarang, intoksikasi Kafein dapat menyebabkan  morbiditas bermakna, bahkan mortalitas

§  Terapi suportif termasuk rangsang muntah dan pemberian activated charcoal

§  Diuresis , asidifikasi urin (Pengasaman urin)

§  Simptomatik :            - antipsikotik

                                   - antihipertensi

                                      - beta blockers

                                   - kontrol temperatur

8.      Penyulit:

§  Takhiaritmia berat

§  Hipertensi

§  Kejang

§  Delirium

§  Psikotik

§  Paranoia

§  Demam tinggi

§  Kolapse jantung

9.    Informed consent : Mematuhi aturan rumah sakit

10.          Lama Perawatan : Minimal 1 minggu

11.          Masa Pemulihan  : Minimal 1 minggu

12.          Keluaran: Tidak ada gangguan fisik

13.          Autopsi : Bila ada kematian tidak wajar

 

KETERANGAN :

Dalam DSM IV tidak ada putus Kafein ; meskipun kafein jarang ditetapkan diagnosis penyalahguna Kafein, tetapi penggunaan Kafein yang lama dapat menimbulkan ketergantungan psikologis dan ketergantungan fisik ringan.

Gejala putus kafein biasanya:

§  mual

§  letargi

§  sakit kepala

§  konstipasi, yang biasanya timbul setelah penghentian minum kopi sebanyak 5 cangkir atau lebih yang telah berlangsung selama beberapa minggu

Terapinya adalah pengurangan bertahap yaitu dengan mencampur lebih banyak deccafeinated.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI HALUSINOGEN

 

LSD (lysergic acid diethylamide)

bentuknya dapat cair, kertas, pil dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang popular tahun '60 dan sekarang popular lagi. Bahan kimia tak berbau, tak berwarna dan dibuat oleh laboratorium gelap. Nama jalanan acid, blotter acid, microdot, dan white lightning, berefek halusinogen atau high seperti "trip."

Biasanya digunakan dalam dosis kecil, karena efeknya sangat kuat. Tetesan kecil diatas kertas, atau di agar-agar atau benda lain yang dapat meresap caitran lalu ditelan. Semua benda yang dapat ditelan dan menyerap air dapat digunkan untuk menelan LSD.

Efek halusinogenik dari LSD dapat bertahan 2-12 jam. Selama masa ini kemampuan pengguna dalam mengambil atau menilai suatu keputusan dapat terganggu, persepsi visual mengalami distorsi dan dapat mengalami halusinasi (daya nilai realita terganggu).

Dampak fisik LSD adalah dilatasi pupil, suhu tubuh meningkat, tekanan darah naik, halusinasi, dan  disorientasi arah-jarak-dan waktu. Penderita juga dapat mengalami kondisi yang disebut sebagai bad trip, yaitu timbulnya reaksi panik, paranoia, anxietas, hilangnya kendali, kekacauan dan psikosis. Pengguna LSD dapat melukai diri dan orang lain karena simtom psikosisnya.

Efek samping LSD juga disebut "flashback". Penghentian zat ini dalam beberapa tahun masih dapat memunculkan efek halusinogen secara tidak menetap dan tanpa tanda-tanda pendahulu.

INTOKSIKASI HALUSINOGEN

1.    Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Halusinogen

2.    Kriteria Diagnosis:

A.  Baru saja menggunakan halusinogen (Misalnya ; LSD, Psilocybin, Mescalin)

B.   Terjadinya perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya ; depresi atau ansietas, ideas of reference, ketakutan kehilangan pikiran, ide paranoid, hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Halusinogen

C.   Perubahan persepsi dalam keadaan kesadaran dan kewaspadaan penuh (misalnya; subjective intensification of perceptions, depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, syenthesia) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Halusinogen.

D.  Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini, berkembang selama atau segera setelah penggunaan Halusinogen:

1.      Dilatasi pupil

2.      Takikardi

3.      Berkeringat

4.      Palpitasi

5.      Mata berkabut (blurring of vision)

6.      Tremor

7.      Inkoordinasi

8.      Suhu meningkat

9.      Halusinasi

10.  Emosi labil, pusing, lemas, mengantuk

Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.    Diagnosis banding:

§  Intoksikasi amfetamin

§  Intoksikasi PCP

§  Intoksikasi antikolinergik   

§  Gangguan Skizophreniform

§  Delirium

§  Demensia

§  Gangguan Mood yang berat, gangguan bipolar

 

4.    Pemeriksaan Penunjang:

§  Urinalisis

§  EKG

§  Darah

§  EEG

5.    Konsultasi:

§  Dokter spesialis  Penyakit Dalam

§  Dokter spesialis neurologi

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: diperlukan

7.      Terapi :

§  Intervensi Non Farmakologik :

·         Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung

·         Reassurance : jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat tersebut dan efek tersebut akan menghilang seiring dengan bertambahnya waktu (talking down)

§  Intervensi Farmakologik :

·         Pilihan untuk serangan panik

·         Pemberian antiansietas yaitu  Diazepam 10-30 mg oral atau Lorazepam 1-2 mg intramuskular atau golongan Barbiturat

8.      Penyulit:   

§  Delirium

§  Waham

§  Gangguan mood

9.      Informed consent: Harus mematuhi aturan rumah sakit

10.  Lama perawatan: Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu

12.  Keluaran: Tidak ada gangguan fisik dan mood yang stabil

13.  Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KETERANGAN TAMBAHAN :

Sampai saat ini belum ada yang menyatakan bahwa LSD tipe halusinogen menghasilkan  ketergantungan atau gejala-gejala pututs zat.

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI PCP

PCP (Pheniclydine) dikenal dengan jalanan sebagai angel dust, supergrass, killer weed, K J, embalming fluid, rocket fuel dan sherms, kristal (jangan keliru dengan metamfetamin). Biasanya digunakan bersama rokok atau marijuana dengan cara dirokok. PCP adalah zat halusinogenik. Di jalanan mempunyai 50 nama alias yang menggambarkan efek bizarre sampai efek volatilnya. PCP seringkali menggantikan mescaline, LSD, THC, atau kokain.

 

Dalam bentuk yang murni, PCP berbentuk kristal warna putih, mudah larut dalam air. Kebanyakan PCP dibuat di pabrik gelap sehingga kontaminannya mengubah warna dari warna kulit terbakar matahari sampai coklat dan konsistensinya dari bentuk bubuk sampai seperti permen karet. Lazimnya terlihat dalam bentuk bubuk atau liquid, dan biasanya dibentuk rokok warna coklat atau dalam bentuk potongan kecil-kecil daun seperti bumbu, mint, oregano, marijuana, atau tembakau, dan kemudian dirokok. Dalam bentuk liquid, PCP dibungkus dalam vial kecil atau botol gelas kecil.

Tanda dan gejala penggunaan PCP: lepas dari realita, merasa aneh diseputar dirinya. Gerak bola mata cepat dan tak terkoordinasi, mondar-mandir, numbness, bicara cadel, bicara terhambat, kehilangan koordinasi gerak.

 

PCP membuat seseorang mengalami psikosis seperti skizofrenia. Merasa diri kuat, tak peka, percaya diri sekali, distorsi imej sangat ekstrim. Penggunanya dapat melakukan tindak kekerasan yang dapat melukai diri sendiri atau orang lain. Psikosis dapat terjadi pada penggunaan sekali ataupun berulang. Pengawasan ketat pada pengguna PCP sangat diperlukan karena gejala psikosis dengan kekerasannya membahayakan diri dan orang lain.

Episode PCP, atau flashbacks, dapat terjadi lama setelah PCP tak lagi dikandung tubuh.

 

INTOKSIKASI PCP

1.    Gangguan/Diagnosis: Phenyclidine (PCP)

2.    Kriteria Diagnosis:

A.  Baru saja menggunakan Phenyciclidine atau zat yang menyerupainya

B.  Terdapat perubahan perilaku yang maladaptif yang bermakna secara klinis (misalnya suka berkelahi, suka menyerang, perilaku yang tidak dapat diramalkan, agitasi psikomotor, hendaya daya nilai atau hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Phenyciclidine.

C.  Dalam satu jam (kurang bila pemakaian secara dihisap, dihirup atau lewat  intravena), timbul dua (atau lebih) gejala-gejala dibawah ini.

1.      Nistagmus vertikal atau horizontal

2.      Hipertensi atau takikardi

3.      Perasaan tebal atau berkurangnya perasaan nyeri

4.      Ataksia

5.      Disartria

6.      Kekakuan otot

7.      Kejang atau koma

8.      Hiperaktivitas

9.      Suhu meningkat

10.  Halusinasi

11.  Emosi labil, pusing, lemas, mengantuk

D.  Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya

3.    Diagnosis Banding:        

§  Intoksikasi Amfetamin

§  Intoksikasi Halusinogen

4.    Pemeriksaan Penunjang: 

§   Urinalisis

§   Creatine Phosphokinase (CPK)

§   Tes Fungsi Hati

§   Tes HIV

5.      Konsultasi:

§  Dokter spesialis Kedokteran  Jiwa

§  Dokter spesialis neurologi

§  Dokter spesialis Penyakit Dalam

6.      Perawatan Rumah Sakit: Diperlukan

7.      Terapi :

Tidak seperti Intoksikasi Halusinogen lain ; hindari Talking Down karena dapat memperberat keadaan.

§  Pasien langsung dibawa ke kamar isolasi yang tenang dan memiliki rangsangan sensorinya  sedikit

§   Fiksasi dapat dilakukan bila diperlukan

§  Dapat diberikan Diazepam 10-20 mg oral ; tetapi hati-hati bila ada penggunaan obat depresi susunan saraf pusat lainnya.

§  Bila timbul gejala psikotik (dapat hilang dalam waktu 2-3 minggu), maka tempatkan pasien di kamar yang tenang. Berikan antipsikotik, berikan antidepresan untuk mencegah post withdrawal depressive reaction

§  Asamkan urin sampai pH kurang dari 5, dengan pemberian Ammonium khlorida atau Asam askorbat

8.      Penyulit:  

§  Hepaitits

§  AIDS

9.      Informed consent: harus mematuhi peraturan rumah sakit

10.  Lama Perawatan : Minimal 2 minggu

11.  Masa Pemulihan : Minimal 2 minggu

12.  Keluaran : Tidak gangguan fisik dan pemeriksaan urinalisis negatif

13.  Autopsi : Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KETERANGAN TAMBAHAN :

PCP tidak membuat ketergantungan fisik atau gejala putus zat (fisik) ; tetapi lebih besar menghasilkan ketergantungan psikologis daripada LSD.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ADIKSI INHALANSIA

Inhalan merupakan zat kimiawi yang  mudah menguap dan berefek psikoaktif. Inhalan terkandung dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair sprays, cat, gas pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar cepat high. Kebanyakan anak-anak tidak mengetahui risiko menghirup gas yang mudah menguap ini. Meski hanya dihirup dalam satu waktu pendek , penggunaan inhalan dapat mengganggu irama jantung dan menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Penggunaan regular akan mengakibatkan gangguan pada otak, jantung, ginjal dan hepar.

1.   Inhalan digolongkan atas 4 kategori:
a.  Volatile Solvents

1).   Zat kimia mudah menguap dalam barang industri dan rumah tangga atau produk mengandung solven, masuk dalam golongan ini minyak cat (thinners ), larutan pembersih cat kuku, degreasers, cairan untuk dry-cleaning, gas , lem

2).   Solven dalam peralatan kantor dan seni, masuk didalamnya cairan untuk koreksi tulisan yang salah, cairan penanda dan pembersih alat elektronik

a.    Aerosol

Aerosol rumah tangga dan cairan penyemprot lainnya seperti semprotan tata rambut, deodoran, pelapis barang rumah tangga, pembersih komputer, dan penyemprot minyak sayur

b.   Gas

1).  Gas, termasuk gas pemantik api, propane tanks, whipping cream aerosols dan gas yang dipergunakan mesin pendingin

2).  Gas medik anestesi seperti ether, chloroform, halothane, dan nitrous oxide ("gas ketawa ")

c.    Nitrit

Nitrit organik yang mudah menguap termasuk cyclohexyl, butyl, dan amyl nitrites, biasa disebut "poppers." Amyl nitrite digunakan dalam prosedur-prosedur pemeriksaan medik. Nitrit volatil biasanya dijual dalam botol gelas berwarna coklat gelap dan diberi label "video head cleaner," "room odorizer," "leather cleaner," atau "liquid aroma."

2.      Efek bagi Kesehatan

a.    Jika terhirup dalam konsentrasi yang cukup, inhalan akan membuat intoksikasi dalam waktu beberapa menit saja dan tidak lama. Menghirup dengan sengaja untuk beberapa jam, menyebabkan perasaan terstimulasi, jika digunakan dalam jangka panjang akan membuat penggunanya kehilangan kesadaran. Pengguna solven kronis akan mengalami kerusakan otak, hati dan ginjal

b.   Menghirup semprotan aerosol dalam konsentrasi yang tinggi akan langsung menyebabkan kegagalan jantung dalam beberapa menit sampai kematian. Sindroma ini dikenal sebagai "sudden sniffing death," dapat terjadi pada satu kali penghiduan yang dalam . Biasanya digunakan gas butane, propane, dan zat aerosol kimia.

Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan sufokasi dan kematian karena menurunnya muatan oksigen dalam paru dan udara pernafasan. Pengguna biasanya sengaja menutup wajah dan hidungnya dengan plastic diatas kaleng aerosol, atau menutup pintu ruangan dan ventilasi dalam upaya meningkatkan konsentrasi zat volatile.

 

INTOKSIKASI INHALASIA

1.    Gangguan/Diagnosis: Intoksikasi Inhalansia

2.    Kriteria diagnosis:

A.  Penggunaan lama atau singkat, dosis tinggi jenis Inhalansia (kecuali gas anaestesi dan short acting vasodilator)

B.  Terdapat perubahan perilaku dan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya ; suka berkelahi, suka menyerang, apatis,hendaya daya nilai, hendaya fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan Inhalansia.

C.  Dua (atau lebih) gejala-gejala berikut ini terjadi selama atau segera setelah penggunaan Inhalansia:

    1. Dizziness
    2. Nistagmus
    3. Inkoordinasi
    4. Bicara cadel
    5. Jalan sempoyongan
    6. Letargi
    7. Refleks-refleks menurun
    8. Retardasi psikomotor
    9. Tremor
    10. Kelemahan otot yang meyeluruh
    11. Blurred vision atau diplopia
    12. Stupor atau koma
    13. Euforia

D.  Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

3.    Diagnosis banding:

§   Intoksikasi Alkohol

§   Intoksikasi sedatif hipnotik/Ansiolitik

4.    Pemeriksaan Penunjang :

§  Urinalisis

§  Tes Fungsi hati dan ginjaL

5.    Konsultasi:                      

§  Dokter spesialis penyakit dalam

§  Dokter spesialis neurologi syaraf

§  Dokter spesialis kedokteran jiwa

6.      Perawatan Rumah Sakit: diperlukan

7.      Terapi:

§ Pertahankan Oksigenasi

§ Tidak ada antidot yang spesifik

§ Simptomatik

§ Pasien dengan gangguan neurologik bermakna, misalnya neuropati atau persistent ataxia, harus mendapatkan evaluasi formal dan observasi ketat.

8.      Penyulit:  

§ Anemia Haemolitik

§ Dermatitis

§ Sinusitis

§ Pneumonitis

§ Kekebalan tubuh menurun

§ Kerusakan ginjal, hepar, otot dan organ lain

9.    Informed consent: Harus mematuhi peraturan Rumah Sakit

10.          Lama perawatan: Minimal 2 minggu

11.          Masa Pemulihan: Minimal 2 minggu

12.          Keluaran: Sehat fisik

13.          Autopsi: Bila ada kematian tidak wajar

 

KETERANGAN TAMBAHAN :

Dalam DSM IV tidak dikatakan adanya gejala putus Inhalansia  tetapi tertulis bahwa kemungkinan dapat terjadi ketergantungan Inhalansia, misalnya pada narapidana, pegawai industri, dan lain-lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TATALAKSANA HIV/AIDS

 

Masalah Napza khusunya pengguna jarum suntik memberikan dampak buruk penularan HIV-AIDS kurang lebih 60% pengguna Napza suntik sudah tertular HIV, dan kondisi ini seringkal;i menjadi penyulit dalam tatalaksana adiksi Napza. Hal yang paling terpengaruh adalah (1).masalah psikologis yang terjadi pada mereka yang terinfeksi HIV atau yang sudah masuk dalam kondisi AIDS, dan (2) Interkasi obat yang mungkin terjadi dalam proses pengobatan Napza dan HIV-AIDS. Sebagai contoh interaksi antara Metadon dengan ARV atau OAT.

 

Pengetahuan tentang tatalaksana HIV perlu diketahui oleh terapis Adiksi Napza agar terjadi kombinasi yang komprehensif yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Ada empat kategori klinis HIV-AIDS sesuai dengan pedoman WHO yang perlu diketahui agar dapat segera melakukan intervensi sesuai dengan kategori klinis tersebut, termasuk melakukan rujukan kepada klinik CST (Care Support and Treatment).

 

KATEGORI KLINIS A

1.    Gangguan/Diagnosis: HIV/AIDS Kategori Klinis A (CDC dan WHO)

2.    Kriteria Diagnosis:  

§  Infeksi HIV tanpa gejala (Asimtomatik)

§  Limfadenopati generalisata yang menetap (Persistent Generalized Lymphadenopathy/PGL)

§  Infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut

3.    Differensial Diagnosis:   

§   Infeksi Haemovirus Influenza

§   Lymphadenitis

4.    Pemeriksaan Penunjang:

§  Tes HIV (dengan konseling pre dan pasca tes)

§  Tes CD4

5.    Konsultasi: Dokter spesialis Penyakit Dalam

6.    Perawatan Rumah Sakit: tidak diperlukan

7.    Terapi :

§  Tatalaksana klinis orang dengan infeksi HIV asimtomatik bertujuan :

a.    mendeteksi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengan infeksi-HIV dan pengobatannya;

b.    memberikan profilaksis primer bila ada indikasi;

c.    menentukan saat yang tepat untuk memulai terapi antiretroviral.

§  Bila sumber daya terbatas, prioritas harus diberikan pada pemeriksaan klinis yang teratur dengan menggunakan sarana pemeriksaan laboratorium yang minimal misalnya: haemoglobin dan limfosit total. Banyak ahli yang menganjurkan pemeriksaan setiap bulan.

§  Deteksi derajat penurunan kekebalan (terutama jumlah CD4), akan membantu dalam membantu dalam pengambilan keputusan ;

a.         interpretasi dari gejala,

b.        profilaksis primer, misalnya pneumonia Pneumocytis carinii,

c.         pelaksanaan terapi antiretroviral,

d.        frekuensi kunjungan harus ditingkatkan bila jumlah CD4 menurun tajam.

 

§  Tidak diperlukan terapi khusus karena perubahan pola hidup dan peningkatan daya tahan tubuh melalui perubahan perilaku sangat diperlukan

§  Konseling Perubahan perilaku

§  Terapi ketergantungan Napza bila masih menggunakan

8.    Penyulit:

§  Hepatitis B

§  Hepatitis C

§  Penggunaan Napza cara suntik

9.    Informed Consent: menyetujui melakukan test HIV setelah konseling pra dan dilanjutkan konseling pasca tes

10.          Lama Perawatan: -

11.          Masa Pemulihan: -

12.          Keluaran: Perubahan pola perilaku hidup sehat

13.           Autopsi: Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KATEGORI KLINIS B

1.    Gangguan/Diagnosis : HIV/AIDS kategori klinis B (CDC dan WHO)

2.    Kriteria Diagnosis : terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatis) pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari beberapa kriteria berikut :

A.  Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan yamg diperantarakan sel (Cell Mediated Immunity) atau

B.   Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan pananganan klinis atau membutuhkan tatalaksana akibat komplikasi infeksi HIV. Contoh berikut ini adalah termasuk dalam kategori tersebut akan tetapi tidak terbatas pada contoh dibawah ini :

§  Angiomatosis Basilaris

§  Kandisiasis orofariangeal

§  Kandidiasis vulvovaginal

§  Displasia leher rahim

§  Demam 38,5 derajat Celcius lebih dari 1 bulan

§  Oral Hairy Leukoplakia

§  Herpes Zoster

§  Purpura idiopatik trombositopenik

§  Listeriosis

§  Penyakit radang panggul

§  Neuropati perifer

3.    Diagnosis Banding:

§   Infeksi Haemovirus Influenza

§  Lymphadenitis

§  Observasi Febris

4.    Pemeriksaan Penunjang :            

§  Tes HIV

§  Tes hitung CD4

§  Tes Fungsi Hati

§  Darah Perifer Lengkap

§  Rontgen Foto Thoraks dan Panggul

§  Ig G dan IgM

 

5.    Konsultasi:

§  Dokter spesialis Penyakit Dalam

§  Dokter spesialis Penyakit Kulit

§  Dokter spesialis Kebidanan dan penyakit Kandungan

§  Dokter spesialis  Neurologi

6.    Perawatan Rumah Sakit: diperlukan

7.    Terapi :

§  Anti Retro Viral sesuai dengan hasil pemeriksaan CD4

§  Pengobatan Kandidiasis dengan Antikandidiasis Nystatin tablet maupun Suspensi

§  Acyclovir tablet ataupun topikal untuk kondisi Herpes Zoster

§  Antibiotik golongan Broad Spectrum untuk infeksi di berbagai bagian tubuh (septikemia)

§  Antipiretik untuk kondisi panas yang tidak jelas

§  Neurotonika (kombinasi vitamin B1,B6, B12, E dll), fisioterapi dan simtomatis untuk nyerinya pada kasus Neuropati.

§  Penyakit Kulit lain: Kalamin, steroid topikal, antibiotik oral atau topikal

§  Diare Kronis: Loperamid, hanya diberikan bila tidak ada perbaikan setelah diberi pengobatan yang sesuai dengan penyebabnya

§  Meningitis: Antibiotik tergantung dari penyebab atau jenis meningitis

8.    Penyulit :

§  Hepatitis B

§  Hepatitis C

§  Penggunaan Napza cara suntik

§  Resistensi ARV (Ketidakpatuhan)

9.      Informed Consent : menyetujui melakukan test HIV setelah konseling pra tes dan dilanjutkan dengan penyampaian hasil dalam konseling pasca tes

10.  Lama Perawatan : 10-14 hari

11.  Masa Pemulihan : 2 minggu

12.  Keluaran : Tidak ada gangguan fisik

13.  Autopsi : Bila ada kematian yang tidak wajar

 

KATEGORI KLINIS C

1.    Gangguan/Diagnosis : HIV/AIDS kategori klinis C (CDC dan  WHO)

2.    Kriteria Diagnosis: 

Kategori klinis meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS, misalnya:

§  Kandidiasis trakea, bronkus dan paru

§  Kandidiasis esofagus

§  Kanker leher rahim invasif

§  Coccidiodomycosis menyebar atau di paru

§  Kriptokokus di luar paru

§  Retinitis virus sitomegalo

§  Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV

§  Herpes smpleks dan ulkus kronis yang sebulan lebih lamanya

§  Bronkitis, esofagitis atau pneumonia

§  Histoplasmosis menyebar atau di luar paru

§  Isosporiasi intestinal kronis

§  Sarkoma Kaposi

§  Limfoma Burkitt (atau istilah lain yang menunjukkan lesi yang mirip)

§  Limfoma imunoblastik

§  Limfoma primer di otak

§  Mycobacterium Avium Complex atau M.Kansasii tersebar di luar paru

§  Mikobakterium jenis lain atau jeniis yang tidak dikenal tersebar atau di luar paru

§  Pneumonia Pneumocytis Carinii

§  Pneumonia yang berulang

§  Leukoensefalopati Multifokal Progresif

§  Septikemia salmonella yang berulang

§  Toksoplasmosis di otak

Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%

3.    Diagnosis banding:         

§  HIV/AIDS Kategori Klinis B

§  Infeksi banal                                                                                                         

4.    Pemeriksaan Penunjang: 

§  Darah perifer

§  Tes hitung CD4

§  Tes fungsi hati

§  Tes fungsi ginjal

§  Rontgen Foto Thoraks

5.      Konsultasi:

§  Dokter spesialis Penyakit Dalam

§  Dokter spesialis Penyakit Kulit

§  Dokter spesialis Kebidanan dan penyakit Kandungan

§  Dokter spesialis neurologi

6.      Perawatan Rumah Sakit: diperlukan

7.      Terapi:

§  Anti Retro Viral sesuai dengan hasil pemeriksaan CD4

§  Pengobatan Kandidiasis dengan Antikandidiasis Nystatin tablet maupun suspensi

§  Acyclovir tablet ataupun topikal untuk kondisi Herpes Zoster

§  Antibiotik golongan Broad Spectrum untuk infeksi di berbagai bagian tubuh

§  Antipiretik untuk kondisi panas yang tidak jelas

§  Pada kondisi Neuropati Perifer ; Neurotonika (kombinasi vitamin B1,B6, B12, E dll), fisioterapi dan simtomatis untuk nyerinya

§  Pengobatan Tuberculosis ; Isoniazide, Etambutol, Pirasinamid, Streptomisin

§  Pneumonia (Pneumocytis Carinii) ; memerlukan terapi yang kompleks. Obat lini pertama adalah Kotrimoksasol (yang dapat juga digunakan sebagai profilaksis). Kemungkinan selanjutnya diperlukan pentamidin, prednisolon, dapson.

§  Penyakit Kulit lain ; Kalamin, steroid topikal, antibiotik oral atau topikal

§  Diare Kronis ; Loperamid, hanya diberikan bila tidak ada perbaikan setelah diberi pengobatan yang sesuai dengan penyebabnya

§  Meningitis ; Antibiotik tergantung dari penyebab atau jenis Meningitis

§  Untuk Neoplasma, pengobatan sama dengan pengobatan pasien non HIV

§  Terapi Profilaksis ; mempunyai peranan penting pada tatalaksana infeksi HIV.Terapi profilaksis berpedoman kepada manifestasi klinis, hasil hitung CD4 dan limfosit total. Terapi profilaksis dapat digolongkan:

o   Profilaksis sekunder bagi mereka yang telah menderita infeksi oportunistik dan telah sembuh. Profilaksis sekunder ditujukan untuk mencegah kekambuhan TMP/SMZ 160/800 mg 1 tablet/hari atau TMP/SMZ 80/400 mg 2 tablet/hari.

8.    Penyulit :

§  Hepatitis B

§  Hepatitis C

§  Penggunaan Napza cara suntik

§  Resistensi ARV (Ketidakpatuhan)

9.    Informed Consent: mematuhi aturan rumah sakit dan menyetujui tindakan yang diperlukan

10.          Lama Perawatan: 10-14 hari

11.          Masa Pemulihan: 2 minggu

12.          Keluaran: kondisi fisik sehat

13.          Autopsi: bila ada kematian yang tidak wajar                                      

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.            PPDGJ III, Departemen Kesehatan, 1993, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

2.            Drug ang Alcohol Abuse, A Clinical Guide to Diagnosis and Treatment, Marc A. Schuckit, M.D. Kluwer Academic/Plenum Publisher, 2000

3.            Handbook of Emergency Psyshiatric Medicine, Harold I. Kaplan , MD & Benyamin J Sadock, MD William Wilkins, 1993

4.            Handbook of the Dually Diagnosed Patient Psychiatric and substance Use, Sylvia J. Dennison, M.D. Lippincot William Wilkins, 2003

5.            Departemen Kesehatan, Pedoman Terapi Anti Retro Viral, 2004

6.            Departemen Kesehatan, Pedoman Voluntary Counselling and Testing, 2005

7.            Indosam, Pedoman Terapi Ketergantungan Opioid dengan Buprenorfin, 2006

8.            Departemen Kesehatan, Pedoman Terapi Metadon, 2005.

9.            Ries Richard K., Fiellin David A., Miller Shannon C., Saitz R., ; Principle of Addiction Medicine, 4th ed., Williams and Wilkons, Philadelphia, PA 19106, USA, 2009

 

 

          

 

                       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar